KLAB ANAK PLANET SAINS Periode Oktober 2016 (I) : ANATOMI JAMUR
GALAMEDIANEWS.com – Bermain Sambil Mengenalkan Sains Kepada Anak
Mengenalkan Anak Pada Sains di Sekitarnya
Udara Sabtu (22/10/2016) pagi, benar-benar tepat untuk beraktivitas di luar rumah. Matahari bersinar lembut menembus awan-awan mendung di langit. Udara terasa hangat diiringi semilir angin.
Di Taman Pustaka Bunga, Jl. Citarum, Bandung, beberapa orang anak duduk di bawah pohon beralaskan terpal plastik warna biru ditemani orang tua mereka.
Usia mereka beragam, mulai dari 6-12 tahun. Mereka adalah peserta Klab Anak Planet Sains (KAPS) yang memang diperuntukkan bagi siswa TK A hingga kelas 6 SD.
Sejak pukul 09.00 WIB, mereka mulai berkumpul. Rencananya, kegiatan pagi itu adalah mengamati jamur yang ada di taman yang juga dikenal sebagai Taman Kandaga Puspa itu.
KAPS adalah salah satu program dua bulanan yang digagas oleh Planet Sains, sebuah lembaga yang mendedikasikan diri bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains atau ilmu pengetahuan alam. Lembaga ini didirikan di Bandung pada 1 Agustus 2005 oleh Ir. Hari Utomo dan mempekerjakan lulusan baru dari berbagai perguruan tinggi ternama di Bandung.
Sekitar pukul 9.30 WIB, Fitria Yulianti (30), instruktur utama hari itu membuka acara. Mereka semua saling berkenalan dan menghafal nama teman-teman baru mereka. Total ada 10 orang anak yang hadir.
Menurut wanita yang akrab disapa Fitri itu, klab ini memang hanya membatasi hingga 10 anak per kegiatannya. Meski demikian, toleransi kelebihan satu atau dua orang masih diberikan mengingat semangat belajar mereka yang tinggi.
“Soalnya kalau klab itu kita harus intens ya, ngerjainnya harus sistematis, harus dalam kelompok kecil, gitu,” jelas Fitri yang sudah bergabung dengan Planet Sains sejak 2006.
Setelah semua peserta saling berkenalan, Fitri mengondisikan mereka untuk berbaris di trek pejalan kaki. Ia kemudian memberikan gambaran singkat mengenai jamur-jamur yang akan diamati.
“Kita punya misi rahasia: mencari jamur!” seru Fitri bersemangat di depan barisan anak-anak.
“Ada jamur yang bentuknya seperti kuping. Jamur kuping bisa dimakan. Kalau kalian ada yang sering makan ke resto, beberapa ada yang jual. Ada juga jamur maitake. Jamurnya seperti jengger ayam. Warnanya coklat keemasan. Nanti kita lihat,” jelas wanita berkaca mata itu lagi.
Tiba-tiba, seorang anak berbaju merah muda menceletuk dari barisan, “Kalau jamur maitake juga bisa dimakan?” tanya anak perempuan bernama Yoanna (6) itu.
“Bisa, tapi biasanya maitake untuk obat. Kalau untuk yang pertama kali makan biasanya nggak suka soalnya agak pahit,” jelas Fitri.
Setelah menjelaskan jamur-jamur yang ada di taman Pustaka Bunga, setiap anak diminta berpasangan untuk bersama-sama mengamati jamur dengan kaca pembesar. Hal ini bertujuan agar mereka dapat semakin akrab dengan teman-teman barunya.
“Sekarang kalian boleh amati. Ada jamur yang bentuknya setengah lingkaran, warnanya kuning keemasan. Mana coba, cari?! Pakai kaca pembesarnya, jangan dipegang dulu,” komando Fitri.
Sepuluh pasang mata kecil itu terlihat sangat bersemangat mengamati jamur-jamur yang menempel di pohon. Berulang kali mereka mendekatkan kaca pembesar ke jamur maitake di sebuah pohon mati.
“Lembek, terus lembab,” komentar mereka setelah menyentuh jamur bernama Latin Grifola frondosa itu.
Perjalanan mencari jamur dilanjutkan. Kali ini, jamur yang diamati adalah jamur kuping yang berada di sebelah kanan perjalanan mereka, dan jamur payung yang berada di sebelah kiri. Tidak hanya jamur, perjalanan itu juga mengenalkan mereka pada cacing, bekicot, juga lumut kerak yang menempel di pohon.
Sekitar pukul 10.00, WIB mereka kembali duduk melingkar. Kali ini mereka dikenalkan pada ragi. Ragi (yeast) adalah jamur yang biasa digunakan dalam proses pembuatan makanan seperti roti, tempe, tapai, dan minuman beralkohol. Meski terlihat seperti butiran pasir, ragi adalah makhluk hidup. Untuk menunjukkan hal itu kepada anak-anak, Fitri melakukan pendekatan percobaan.
Percobaannya adalah peniup balon dari ragi. Empat buah tabung erlenmeyer diisi air mentah dan satu tabung diisi dengan air hangat, masing-masing sebanyak 100 ml.
Tabung pertama tidak dicampur apa-apa. Tabung kedua dicampur dengan tiga sdm gula, tabung ketiga dengan ragi dalam takaran yang sama. Pada tabung keempat dan kelima, masing-masing diisi dengan tiga sdm ragi dan tiga sdm gula. Sebuah balon merah dipasangkan pada masing-masing mulut tabung.
“Ih, raginya kok loncat-loncat. Memangnya dia hidup?” komentar Yoanna ketika Fitri menyendokkan ragi ke dalam botol. Terlihat butiran ragi berlompatan dari sendok plastik.
“Aku 100% yakin kalau nanti yang berhasil yang tabung isi air hangat,” celetuk seorang anak laki-laki berbaju hitam bernama Arga (8).
Benar saja, tabung terakhir yang berisi campuran air hangat, gula, dan ragi, dengan cepat mengembangkan balon. Sementara tabung keempat yang menggunakan air dingin juga mengembangkan balon dengan lambat.
“Nah, lihat kan, ragi itu makhluk hidup. Kalau dikasih air, dia minum. Kalau dikasih gula, dia makan. Kalau yang pakai air hangat lebih cepat (meniup balon) karena gula dan raginya lebih mudah larut,” jelas Fitri yang alumni jurusan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu. Semua anak mengangguk-angguk mengerti.
Acara kemudian ditutup dengan mengenalkan anak-anak pada bahan makanan yang menggunakan ragi, membuat burger sendiri, dan berfoto bersama. Pukul 11.00 WIB, mereka pulang dengan membawa pengetahuan dan pengalaman baru untuk dibagi bersama orang tua dan teman-temannya.
Memperkenalkan Bandung
Pihak Planet Sains ternyata bukan hanya ingin mengenalkan anak-anak pada sains, tetapi juga pada berbagai tempat umum di Bandung. “Kaya yang kemarin kita di Museum Geologi, Museum Pos, terus sekarang Kandaga Puspa, trus minggu depan di Taman lansia. Jadi pingin pengenalan sama anak-anak tempat yang umum di Bandung, tapi sebetulnya mereka jarang datang,” jelas Fitri yang menjabat sebagai Manajer Program.
Taman Kandaga Puspa pun dipilih karena lingkungannya baik untuk anak-anak belajar bersama. Selain itu, di taman ini terdapat banyak jamur sehingga tema jamur pun dipilih.
Sementara di Taman Lansia, nantinya mereka akan mempelajari anatomi kuda. Sebab, kuda adalah binatang yang menarik dan mudah dekat dengan manusia.
Kegiatan ini mendapat respon yang baik dari para orang tua.
“Kebanyakan kan anak-anak pada main yang kurang positif, gitu. Kalau ini kan memang positif dan menyenangkan untuk anak-anak. Dan ya memang membantu, membantu untuk pergaulan, pendidikan,” kata Ade (50) yang hari itu menemani cucunya, Arga.
Ade pun menceritakan, cucunya yang bersekolah di SDIT Al Irsyad Al-Islamiyyah itu memang sangat suka membaca berbagai buku pengetahuan. Kegiatan ini pun membuat Arga jadi bisa bergaul dengan teman-teman barunya, bukan hanya tenggelam dalam buku-buku dan permainan.
Silvia (39) yang mengantarkan putrinya, Yoanna, pun memberikan tanggapan yang baik. Selama ini Yoanna diajar dengan sistem homeschooling oleh kedua orang tuanya di rumah.
“Menurut saya ini sesuatu yang baik untuk mengajarkan sains, karena saya juga terbatas mengajarinya,” tutur ibu dua anak ini.
Kegiatan ini pun tidak lepas dari berbagai kekurangan, misalnya soal pemilihan waktu. Planet Sains masih kesulitan mencari waktu lain untuk mengadakan acara klab ini.
“Banyak yang batal ikut karena hari Sabtu mereka sekolah, atau harus ikut ekskul. Tapi kami agak sulit kalau harus nyari waktu lain. Kalau hari Minggu kami nggak buat kegiatan untuk umum. Kecuali kalau liburan besar, cuma bulan Juli atau Desember aja. Kalau Minggu kita anggap itu hari mereka bersama orang tua. Kalau hari Sabtu bolehlah kita curi mereka sehari,” pungkas Fitri tersenyum.
Sumber : http://www.galamedianews.com/bandung-raya/118070/bermain-sambil-mengenalkan-sains-kepada-anak.html